Senin, 28 April 2008

Soal Maraknya Pungutan Ajudifikasi


BPN Kabupaten Cirebon Lempar Tanggungjawab

CIREBON – Panitia Ajudifikasi Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumber - Kabupaten Cirebon, terkesan cuci tangan dan lempar tanggungjawab. Hal itu menyangkut adanya pungutan oleh Kuwu (Kepala Desa, red) kepada masyarakat yang membuat sertifikat melalui proyek Land Management and Policy Development Program (LMPDP) Ajudifikasi.

Kepala BPN Sumber Kabupaten Cirebon Ir. M. Toni S Arun, MSc, melalui Kaur Umum, Suwardi, menegaskan bahwa pungutan tersebut adalah prakarsa desa. “Kami tidak pernah memerintahkannya. Pungutan itu adalah atas prakarsa desa,” elak Suwardi, saat ditemui SC diruang kerjanya belum lama ini.

Penegasan BPN disampaikan menanggapi surat pengaduan Lembaga Swadaya Masyarakat Bela Bangsa (LSM-BB) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang kasus pungutan lepada masyarakat dalam pelaksanaan proyek LMPDP (Ajudifikasi) di Kabupaten Cirebon. Adapun besarnya pungutan berkisar Rp100 ribu sampai Rp400 ribu per bidang tanah yang terjadi di 3 wilayah Kecamatan di Kabupaten Cirebon.

“Jika setiap kecamatan mencapai 5.000 pengajuan sertifikat, maka total pungutan diperkirakan mencapai Rp1,5 sampai Rp6 miliar. Sampai sekarang oknum yang melakukan pungutan tersebut sama sekali belum diproses hukum. Sedangkan uang telah telah dipungut dari masyarakat tidak ada pertanggungjawabannya,” kata Ketua LSM Bela Bangsa, Wawan Kaltara, MH kepada SC beberapa waktu lalu.

Informasi yang dihimpun SP diketahui bahwa proyek LMPDP (Ajudifikasi) merupakan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali secara sistematis dengan bantuan dana Bank Dunia yang penganggarannya disediakan Pemerintah (APBN) dengan sistem DIPA. Hitung-hitungannya, pembuatan sertifikat per bidang tanah didanai sebesar Rp1 juta.

Menurut Suwardi, dari Rp1 juta tersebut, yang disetorkan ke kas negara hanya PPh 21 saja sebesar 17 % atau sebesar Rp170 ribu saja. Sedangkan sisanya dibagi-bagikan buat biaya operasional, pengadaan sarana dan prasarana petugas, serta honor panitia Ajudifikasi BPN dan petugas di tingkat pemerintah desa. Sayangnya, Suwardi tidak menyebutkan berapa besar biaya operasional untuk desa.

Di Kabupaten Cirebon, program ini sudah berjalan sejak tahun 2005 sampai Semarang dengan target penerbitan per tahun sebanyak 15 ribu bidang tanah untuk 3 kecamatan. Namun, dalam pelaksanaan setiap tahunnya pungutan kepada masyarakat yang hendak membuat sertifikat melalui proyek LMPDP (Ajudifikasi) marak terjadi dimana-mana. Hal ini dikarenakan tidak ada upaya pencegahan yang efektif. Padahal, BPN telah menempatkan petugas atau panitia Ajudifikasi di setiap kecamatan namun tak berdaya.

Kasus ini bahkan telah menjadi temuan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Hasil pemeriksaan BPKP tahun 2005 dan 2006 di Kabupaten Cirebon menemukan adanya pungutan oleh Kuwu (Kepala Desa) terhadap masyarakat yang membuat sertifikat melalui proyek LMPDP (Ajudifikasi).

Upaya pencegahan sudah dilakukan Penda setempat. Menindaklanjuti surat BPN, Sekda Kabupaten Cirebon A/n Bupati Cirebon, pada 24 Januari 2007 mengeluarkan Surat Edaran Kepada Camat Se Kabupaten Cirebon. Isi surat itu meminta agar para Camat memerintahkan kepada para Kuwu yang terkena proyek LMPDP (Ajudifikasi) untuk tidak melakukan pungutan-pungutan sesuai ketentuan yang ada.

Namun, upaya pencegahan surat edaran Sekda juga dianggap tidak efektif. Buktinya, pengaduan tentang pungutan kepada masyarakat masih ada sampai sekarang. Sementara, penanganan kasus ini oleh aparat penegak hukum di daerah terkesan jalan di tempat.

Belakangan, pihak BPN malah meminta agar Pemda membantu penyediaan APBD (dana pendamping) untuk operasional petugas desa. ”Kami sudah pernah mengusulkan ke Pemda untuk membantu penyediaan anggaran pendamping untuk operasional petugas desa. Namun, sampai sekarang tidak ada realisasinya,” ujar Ahmad Taufik, yang juga panitia Ajudifikasi di kantor BPN Sumber - Kabupaten Cirebon.

Pungutan tersebut selain menjadi beban memberatkan masyarakat, juga menjadi kendala dalam pencapaian target penerbitan sertifikat melalui proyek tersebut. Terbukti dari keterangan panitia Ajudifikasi BPN Sumber mengatakan bahwa pada tahun 2006, dari 15 ribu bidang sertifikat yang ditargetkan, hanya terelasisai 12 ribu saja.

Data yang terangkum SC menyebutkan, untuk menghindari terjadinya duplikasi penggunaan biaya atau anggaran, kegiatan pendaftaran tanah secara sitematik yang dilaksanakan melalui LMPDP, untuk kegiatan pengukuran dan pemetaan serta pendaftaran hak atas tanah ditetapkan Rp0.00 (nol rupiah), termasuk uang pemasukan sesuai pasal 21 ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2002.

Hal tersebut sebagaimana ditegaskan dalam surat Kepala Badan Pertanahan Nasional pusat tertanggal 8 September 2005 tentang Biaya Pendaftaran tanah sistematik LMPDP. (Andry/Bambang)

Tidak ada komentar: